ketabahan seorang petani

   
Kamis, 10 Januari 2008

Di minggu pagi yang cerah ini, nampak berbondong-bondong petani yang akan menggarap sawah sebelum ditanami padi. Mereka membawa peralatan bertani secukupnya yang akan mereka butuhkan nanti ketika menggarap sawah, termasuk menyiapkan 3 kerbau untuk menggarap sawah seluas 4 hektar itu. Nampak diantara mereka ada seorang bapak-bapak paruh baya yang bernama Abdul. Dia kini tinggal bersama anak sulungnya setelah ditinggal istri dan anak bungsunya yang meninggal akibat demam berdarah 5 tahun silam, sebelumnya dia memiliki 2 orang anak. Untuk menjalani hidup dan menafkahkan anaknya yang tinggal seorang, beliau menekuni profesinya sebagai petani. Profesi ini dia tekuni sejak beliau masih bujangan.

Seperti biasanya setiap ada kegiatan di sawah, beliau tidak pernah absen dalam hal tersebut. Beliau selalu menyertakan anak sulungnya yang tidak bersekolah karena masalah biaya, anaknya sekarang sudah berusia 11 tahun ( namanya agung ). Oleh beliau, si agung diajarkan cara menggarap sawah, menanam padi, memberi pupuk, mengurus kerbau, dan cara mengusir hama hingga si agung telah mahir dalam hal-hal tersebut.
3 bulan kemudian setelah penanaman padi, terjadilah hal yang sangat gawat. Lahan pertanian seluas 4 Ha itu dilanda kekeringan akibat musim kemarau yang berkepanjangan yang terjadi selama 1 bulan ini. Belum lagi kondisi kesehatan pak abdul yang semakin menurun karena penyakit TBC. Melihat hal itu, si agung pun ingin menggantikan posisi ayahnya yang kurang sehat belakangan ini namun apa dikata, sang ayah menolaknya. Ayahnya berkata demikian “ Anakku, selama bapak masih sanggup berjalan, selama bapak masih bisa mencangkul dan mencari nafkah untuk kehidupan kita berdua, bapak tidak akan menyerah begitu saja oleh penyakit bapak. Lagipula, kamu masih kecil dan belum saatnya memikul pekerjaan berat ini nak..”. Mendengar perkataan ayahnya itu, si agung pun menjadi terharu dan menangis terisak-isak. “ Pak, agung sangat perhatian sama bapak, agung takut kalau bapak memaksakan diri, nanti bapak kenapa-kenapa..” ungkap agung. “ Sabar nak, setiap penderitaan itu pasti ada ujungnya, jika kamu bisa tabah menghadapi berbagai cobaan dan berusaha kuat menghadapi cobaan itu, maka kamu telah berhasil mengalahkan penderitaan itu. Niscaya kamu akan mendapatkan kebahagiaan abadi “ ucap bapaknya . “ Terima kasih pak, bapak memang orang yang terbaik bagi diri agung, mudah-mudahan agung menjadi orang yang tabah seperti bapak “ timpal agung. “ Benar nak, mudah-mudahan kamu menjadi orang yang sabar. Jika saat ini masih ada ibu dan adikmu, mereka akan sangat bangga melihat dirimu nak, kamu memang sudah saatnya belajar menerima kenyataan hidup , ya sudah nak, kamu sholat dzuhur dulu, sekarang sudah jam 12 siang“ ucap bapaknya. “ Kita sholat berjamaah ya pak, dan mendoakan ibu dan ade serta berdoa supaya kekeringan ini akan segera berakhir dan kita bisa menikmati hasilnya, benar kan pak ?” ucap agung. “ Benar nak, bapak sangat bangga padamu”.
3 bulan berlalu, musim hujan telah tiba. Sawah yang tadinya kering kerontang akhirnya subur kembali. Para petani mulai menggarap sawah , mengairi sawah dan beberapa hari kemudian mereka mulai menanami padi. Namun dibalik kegembiraan itu, masih berbekas kesedihan yang ada sejak musim kemarau lalu. Pak Abdul ayahnya Agung sakit TBC nya makin parah. Kondisi badannya yang makin lemah membuiat Pak Abdul harus dirawat di rumah sakit. Namun karena tidak memiliki biaya, akhirnya Pak Abdul hanya dibawa ke puskesmas dan diberi pengobatan seadanya. Pak abdul pun akhirnya hanya dirawat anaknya dirumah. Melihat kondisi kesehatan Pak Abdul yang memburuk, maka mau tidak mau biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat pun harus disiapkan. Maka sekarang giliran Agung yang menggantikan posisi bapaknya bertani dan bapaknya pun mengijinkannya.
4 bulan kemudian dan tinggal 1 minggu lagi menjelang musim panen, Pak Abdul menghembuskan nafasnya yang terakhir. Maka tinggallah Agung seorang diri. 1 hari sebelum menjelang ajalnya, Pak Ahmad sang ayah pun menyampaikan wasiat kepada anak tercintanya itu. Beliau berpesan begini “ Nak, jika bapak telah tiada, kamu harus bisa menjadi orang yang mandiri. Bapak wariskan rumah dan tanah di belakang untukmu, tekunlah kamu bekerja di sawah namun jangan sampai memaksakan diri jika tidak sanggup. Serahkan pekerjaan itu kepada orang dewasa. Tuntutlah ilmu setinggi mungkin walaupun kamu tidak bersekolah. Banyak sumber ilmu yang bisa kamu peroleh. Buat bapakmu bangga, kami bertiga, bapak, ibu, dan adekmu akan selalu mendoakanmu dan menemanimu di alam mimpimu. Bersikaplah sabar dan tawakal dalam menghadapi berbagai macam cobaan.” pesan bapaknya. “ Pak, bapak jangan pergi, agung harus tinggal dengan siapa lagi jika tidak ada bapak ?” agung yang menangis terisak-isak. “Sabar nak, bapak kan sudah bilang bahwa kamu harus menjadi orang yang sabar. Mudah-mudahan ada orang yang berbaik hati yang mau menjagamu, kamu janji ya sama bapak”. ucap bapaknya. “Baiklah, agung akan berusaha menjadi orang yang sabar, menjadi anak yang shaleh dan tabah.” Ucap agung. “ Sudah dulu ya nak, malam ini bapak ngantuk sekali, sebelum tidur, kamu harus berdoa ya, untuk kamu dan untuk kita semua.” Pinta bapaknya.
Keesokan paginya ternyata sang ayah telah wafat. Kini agung tinggal sendiri sampai tiba musim panen. Namun Tuhan Maha Adil, seorang pengusaha kaya raya yang akan membeli lahan pesawahan seluas 4 Ha itu, tanpa sengaja melihat agung yang sedang menggarap sawah menggunakan kerbau peninggalan ayahnya itu. Merasa hatinya terpanggil, pengusaha itu datang menhampiri Agung dan bertanya, “ Nak, nama kamu siapa, mana orang tua kamu ?” . Dengan nada yang lirih penuh dengan kesedihan, agung pun menjawab. “ Orangtua saya dan adik saya telah meninggal dunia. Ibu dan adik saya meninggal akibat terserang penyakit demam berdarah 6 tahun silam, sedangkan bapak meninggal 1 bulan yang lalu akibat terserang penyakit TBC, sekarang saya tinggal sendiri dan bekerja di sawah adalah pekerjaan saya sehari-hari pak.” Merasa iba, pengusaha itu memberikan jawaban yang menggembirakan hati si Agung , “ Nak, kalau begitu kamu ikut bapak saja, bapak ingin mengangkat kamu sebagai anak. Bapak dan istri bapak sudah bertahun-tahun menanti seorang anak namun Tuhan belum memberikan juga. Kalau boleh tahu, siapa namamu nak ?.” Dengan hati yang setengah gembira Agung pun bertanya “ Nama saya Agung, saya memang ingin sekali ada orang yang menyayangi saya. Namun sekarang saya harus hidup mandiri. Itu pesan bapak saya.”. “ Kamu tidak usah khawatir, bapak ingin sekali mengangkat kamu menjadi anak bapak, apa kamu tidak keberatan ?”. Dengan perasaan gembira, Agung pun menerimanya dengan senang hati, “ Baik pak, Agung senang sekali mendengarnya”. “ Mulai sekarang panggil saya ayah dan nanti ketika sampai dirumah, sambut ibumu. Dan mungkin keluarga kamu di alam sana sangat senang mendengar hal ini”. Pinta pengusaha itu .
Akhirnya pada hari itu juga, Agung resmi diangkat anak oleh pengusaha itu. 10 tahun kemudian, dia bekerja ditempat ayah barunya bekerja dan menjadi seorang manager disana. Tanpa melupakan keluarganya yang sudah tiada, setiap bulan si Agung selalu mendatangi kampung halamannya dan selalu ikut bergabung untuk bekerja bersama para petani disawah.




-----SELESAI-----






Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat dan unsur di dalamnya hanya merupakan kebetulan saja. Ini hanya cerita karangan





0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger