Namanya Safitri

   
Rabu, 26 Maret 2008

Namanya Savitri

Ini adalah kisah cinta yang indah dan agung. Keindahan dan keagungannya tak tercipta karena gemerlap kemewahan, melainkan karena keteguhan hati, pengorbanan dan perjuangan cinta itu sendiri. Cinta dari seorang putri jelita bernama Savitri....

Savitri adalah putri seorang Begawan, yang sedang melakukan olah tirakat, melakukan tapa brata, untuk sebuah permohonan pada Yang Maha Kuasa. Permohonan itu adalah keinginannya untuk mendapatkan jodoh, karena memang umurnya yang telah mencukupi untuk bersanding dengan seorang pria. Savitri menyendiri, nyepi, untuk melakukan komunikasi dengan dengan Sang Penguasa Jagad Raya, ia memohon agar Sang Penguasa menggerakkan alam beserta seluruh isinya untuk membantu dirinya menemukan belahan jiwanya.

Dan ketika angin bertiup semilir, menggoyang lembut dahan-dahan pepohonan. Matahari bersinar cerah, hangat, menjalar hingga kelubuk hati, Savitripun tersenyum. Kiranya alam telah mengabarkan kebahagiaan padanya. Penguasa Jagad telah mendengar permohonannya. Dan benar adanya. Maka datanglah utusan dari Sang Penguasa Jagad Raya padanya. Bahwa telah datang jodoh bagi Savitri, dia adalah seorang putra raja. Namun raja tersebut kini tersingkir, terusir dari kerajaannya, karena kalah perang. Hidup terlunta-lunta. Dan karena kesedihan yang begitu merasuk kedalam jiwa raganya, rajapun jatuh sakit hingga menjadi buta. Savitri pun merasa turut sedih mendengar penderitaan yang dialami sang raja. Dan utusan itu meneruskan lagi ceriteranya. Bahwa, sayang sekali jodoh yang telah digariskan bagi Savitri itu, umurnya hanya tinggal satu tahun.

Maka sanggupkah Savitri menerima jodohnya, yang hanya satu tahun, dan mertua buta yang telah papa? Savitri telah berketetapan hati, dan pemikirannya yang panjang, telah membantunya dalam mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Dengan penuh keyakinan Savitri menerima jodohnya. Pria tampan yang umurnya tinggal satu tahun itu bernama Irawan.

Menyadari bahwa waktu kebersamaannya dengan sang suami yang sangat terbatas, maka Savitri selalu menyertai kemana saja Irawan, sang suami berjalan. Mendaki gunung, menuruni lembah, melintas hutan, dalam keadaan panas atau hujan, dalam keadaan haus dan lapar. Disertai, dijaga dan dicintainya suaminya dengan sepenuh jiwa dan raga. Savitri selalu berusaha agar disisa hidupnya, detik demi detik suaminya merasa bahagia bersamanya. Saviri dan Irawan berjalan beriringan.

Hingga pada suatu saat Irawan merasakan kelelahan yang teramat sangat. Tubuhnya lemas. Dihentikannya langkahnya. Dibawah sebuah pohon, keduanya duduk berdampingan. Namun tubuh Irawan semakin lemah, maka dibaringkannya kepalanya dipangkuan isterinya, Savitri. Dan bersamaan dengan itu, terdengarlah suara datang dari langit, mengabarkan bahwa telah habis waktunya, bagi Irawan. Inilah ajal. Yamadipati, sang pencabut nyawa, telah datang, meminta Savitri melepas suaminya. Air mata berurai-urai. Kesedihan yang teramat sangat dirasakan oleh Savitri. Telah habis kebersamaannya dengan kekasih jiwanya.
“Beri aku waktu barang sebentar, tuan. Agar aku dapat mengucapkan kata-kata cinta yang paling indah dan salam perpisahan paling mulia bagi suamiku”. Savitri menangis pilu.
Yamadipati tak mau tahu. Dibawanya Irawan pergi. Namun Savitri tak juga mau melepas sang kekasih hati. Diikutinya terus kemana saja Sang Yamadipati membawa suaminya pergi.
“Savitri kembalilah….suamimu telah mati”
Dan Savitripun menjawab : “Tidak tuan. Aku akan mengikuti suamiku, kemanapun ia pergi”. Dan masih dengan air mata yang bercucuran Savitri melangkah terus, mengikuti langkah kaki Yamadipati.
“Savitri kembalilah nak, jangan ikuti kami !” begitulah berkali-kali sang Yamadipati mengingatkan Savitri. Namun berkali-kali pula Savitri menolaknya. Ia telah berketetapan hati.

Sepertinya hati sang Yamadipati mulai tersentuh, oleh keteguhan hati Savitri. Maka berhentilah ia, dan dipandanginya wajah Savitri yang begitu berduka kehilngan suaminya. Trenyuh hati sang Yamadipati. Maka :”Anakku Savitri, aku kagum akan keteguhan hatimu. Maka aku perkenankan engkau meminta sesuatu hal padaku, dan pasti akan aku kabulkan permintaanmu itu, asal engkau tidak meminta kembali suamimu”.
Mata sendu Savitri terbelalak. Kesedihan tak mengacaukan kejernihan hati dan kecemerlangan otaknya. Savitripun merenung sebentar. Dan jawabnya : “Tuan aku sangat sayang pada mertuaku. Aku juga kasihan padanya, maka aku mohon padamu tuan, kembalikan kerajaan mertuaku yang telah dirampas oleh musuhnya”.
“Baiklah Savitri, akan aku kembalikan kerajaan mertuamu”
Dan sang Yamadipati-pun berlalu. Tapi Savitri masih saja mengikuti sang Yamadipati yang membawa kekasihnya pergi. Dan ketika diketahui ternyata Savitri masih mengikutinya, maka sang Yamadipati menghentikan langkahnya, dan katanya, “Mengapa engkau masih mengikutiku anakku. Bukankah kerajaan mertuamu telah kembali ?. Pulanglah, teruskanlah kehidupanmu”.
Dan jawab Savitri : “Tapi tuan bagaimana mertuaku bisa memerintah kerajaannya dengan baik, kalau matanya buta. Maka aku mohon kepadamu tuan, sembuhkanlah kedua mata mertuaku agar ia bisa melihat dan memerintah kerajaannya dengan baik”.
Yamadipati-pun mengangguk-angguk dan katanya :”Aku kabulkan permohonanmu anakku, maka kembalilah engkau sekarang”.

Yamadipati berlalu, meneruskan perjalanannya. Tapi Savitri masih saja mengikuti sang Yamadipati. Berjalan dibelakangnya, dengan tertatih-tatih kelelahan. Dan sang Yamadipati-pun terkejut ketika ia mengetahui Savitri masih saja mengikutinya. “Savitri apa maumu nak. Jangan engkau ikuti kami, suamimu telah mati”.
Savitri membisu, air matanya jatuh satu-satu. Dan Yamadipati-pun hatinya menjadi pilu melihat Savitri : ”Baiklah nak, aku perkenankan engkau meminta satu hal lagi, asal engkau tak meminta suamimu hidup kembali dan setelah itu jangan engkau ikuti kami”.
Betapa girang hati Savitri mendengar kemurahan hati Yamadipati. Dengan sangat hati-hati Savitri menyampaikan permohonannya kepada sang Yamadipati :”Tuan aku ingin mempunyai anak sebanyak seratus, kabulkanlah tuan”.
Tanpa ragu Yamadipati menyanggupinya : “Baiklah anakku Savitri, aku kabulkan permohonanmu. Sekarang pergilah”.
Savitri dengan keteguhan akan cintanya, sekali lagi, menghadap sang Yamadipati : ”Tuan, lalu bagaimana aku bisa melahirkan seratus anak kalau suamiku engkau bawa pergi. Irawan adalah satu-satunya suamiku, kekasih hatiku, cinta bagi jiwaku tuan”, ratap Savitri.
Sang Yamadipati geleng-geleng kepala, dan mengelus dadanya :” Oo, Savitri, engkaulah wanita dengan keteguhan cinta. Maka aku kembalikan suamimu. Dia hidup kembali karena cintamu, maka lanjutkanlah hidupmu bersamanya. Berbahagialah engkau, anakku”. Dan Irawan-pun hidup kembali karena cinta Savitri.

Nah, begitulah Savitri. Nama agung nan indah, karena si empunya nama telah memaknai-nya dengan pengorbanan, perjuangan dan keteguhan cinta. Ini adalah salah satu ceritera wayang, yang tak lekang oleh zaman.
Seratus kali aku mendengar ceriteranya, maka seratus kali pula aku menyimaknya.

-------------tjit------------



0 komentar:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger